Monday, September 21, 2015

Mang Abas, Musisi Tarling Terkenal yang Beralih Profesi Menjadi Tukang Jual Alat Elektronik Keliling (Bagian 3 - End)

"Sekarang ini, sudah mulai berkurang orang-orang kreatif di bidang seni musik, apalagi seni musik tarling. Sekarang jamannya sudah serba instan. Bagaimana mau kreatif  belajar alat musik, wong alat musiknya sekarang sudah masuk di organ tunggal semua. Suara Gendang, Drum, Gitar, Bass, Piano, Terompet, bahkan Seruling, semuanya bisa dibikin pakai komputer menggunakan alat yang dinamakan organ tunggal itu. Nanti tinggal disimpan di disket (memory card red). Simpel kan, Mas?"

Saya pun mengangguk-angguk mengiyakan apa yang diceritakan Mang Abas. Lalu Mang Abas kembali meneruskan.

"Kalau saja pas manggung ada yang rese, disket player organ diumpetin atau dibawa kabur atau hilang. Bisa-bisa hiburannya gagal main. Kalau ada yang tanya kenapa batal pentas? Tinggal bilang saja disketnya error. Sudah aman. Kalau dulu kan tidak seperti itu. Karena semua personil pegang alat musik, tidak ada yang namanya istilah error

"Jaman sekarang, Tukang Kendang sama Tukang Suling masih dipakai meski sudah ada organ tunggal itu biar musiknya lebih enak didengar saja, Kesannya lebih alami. Ibarat masakan, bumbunya pakai bahan asli, bukan bumbu kemasan yang beli di Alfamart. Jadi rasanya lebih sedap. hehehe."

"Jadi sekarang sudah tidak ada anak muda yang belajar alat musik tradisional lagi Mang? Ada tidak yang belajar Suling ke Mang Abas?" Saya menyela dengan pertanyaan ditengah-tengah cerita Mang Abas.

"Mang Abas tidak buka kursus, Mas, jadi tidak ada yang belajar sama Mang Abas. Tapi setau Mang Abas sih masih ada anak-anak muda yang bisa nyuling meski bisa dihitung pakai jari. Keterampilan mereka rata-rata masih belum mahir, cuma lumayan kalau bakatnya diteruskan bisa jadi penerusnya Mang Abas kelak." Jawab Mang Abas.

"Oh begitu, Saya pikir sudah tidak ada sama sekali. Soalnya di daerah saya juga ada seniman tarling besar, Tukang Gitar Melodinya Putra Sangkala pimpinan H. Abdul Adjib. Namanya Mang Bustam. Beliau mahir sekali memainkan gitar irama tarling, petikan-petikannya khas dan beraroma tradisional. Sekarang beliau sudah meninggal dan keahlian gitarnya tidak ada yang meneruskan. Sayang sekali seniman sehebat itu generasinya harus terputus dan tidak diwariskan." Kata Saya meneruskan perbincangan.

"Mang Bustam yang tinggal di Blok Rancabolang Desa Bringin itu? Mang Abas juga kenal. Pokoknya kalau sama musisi-musisi senior pasti tahu. Mungkin di daerah Mas tidak ada yang meneruskan perjalanan seni Mang Bustam, tapi siapa tahu di lain daerah beliau punya anak didik. Kita tidak tahu pasti". Kata Mang Abas.

"Benar juga, semoga saja ada yang mewariskan keahlian beliau." Kata Saya.

Waktu menunjukkan sudah pukul dua siang, artinya sudah dua jam lebih saya ngobrol ngalor ngidul dengan Mang Abas. Akhirnya saya pun permisi kepada Mang Abas, tetapi sebelumnya, saya tidak jadi membeli Powerbank, yang saya beli terminal USB untuk CPU kantor.

Setelah saya memberikan uang seharga barang yang saya beli, saya pun masuk ke ruang kerja untuk kembali duduk di depan komputer yang sudah tidak dipakai oleh operator sekolah.

Cerita Mang Abas, setidaknya bisa memberikan gambaran betapa langkanya para generasi muda yang mau meneruskan seni tradisional Cirebon. Mudah-mudahan setelah membaca blog ini, ada banyak yang mendapatkan pencerahan, setidaknya tergugah hatinya untuk turut serta menjaga dan melestarikan tradisi lokal.

Semoga akan banyak Mang Abas dan Mang Bustam muda yang muncul mengisi gersangnya tanah kesenian Cirebon atau kesenian daerah-daerah lainnya di Indonesia. Aamiin.



T A M A T

Tuesday, September 15, 2015

Mang Abas, Musisi Tarling Terkenal yang Beralih Profesi Menjadi Tukang Jual Alat Elektronik Keliling (Bagian 2)

Sumber gambar: https://www.youtube.com/watch?v=bPd6C_sxAM0

"Mang Abas asli Cirebon, Mas. Lahir di Desa Gegesik. Sekarang menikah sama orang Kebonturi, tepatnya di belokan setelah jembatan daerah sepanjang sungai. Mang Abas memang jarang berjualan. Jualan kalau lagi nganggur saja." Jawabnya, sekaligus membuat saya jadi tahu kalau nama panggilannya adalah 'Mang Abas'.

"Berarti jualan cuma sambilan aja, Mang? Memangnya profesi Mang Abas apa?" Tanyaku sedikit heran.

"Iya, Mas. Karena sekarang Bulan Kapit (nama salah satu bulan Jawa red), tidak ada acara hajatan, jadi Mang Abas nganggur. Biasanya kalo banyak yang hajatan, Mang Abas keliling kota. Jualannya disimpan di rumah." lanjutnya menceritakan.

Saya semakin penasaran dengan Mang Abas, apa sebenarnya pekerjaan utama selain berjualan keliling. Saya pun mengulangi pertanyaan tadi: "Jadi profesi Mang Abas sebenarnya apa?"

"Mang Abas Seniman Freelance, Mas. Biasanya diajak sama Player Organ Tunggal kalau ada acara hiburan hajatan buat ngisi suara suling."

"Oooohh.. Jadi Mang Abas Tukang Suling?". Saya bertanya lagi.

"Iya betul, Mas. Sekarang-sekarang ini Tukang Suling sudah jarang. Makanya susah dicari, dan kalau banyak hajatan, Saya sibuk melanglang buana kesana-kemari dari Organ satu ke Organ lain. Dari tempat satu ke tempat lain". Mang Abas menceritakan dengan nada bangga menjadi salah satu seniman senior yang masih ada di tanah Cirebon.

Saya masih penasaran dan terus menyimak secara serius apa yang disampaikan Mang Abas. Beliau pun meneruskan obrolannya.

"Sekarang jadi seniman enak freelance, bebas dan tidak terikat oleh satu grup musik saja. Soalnya kalau terikat satu grup, saingan grup musik kan banyak, malah nanti jarang dapat job. Beda sama dulu, kalau dulu Mang Abas cuma jadi anggota satu grup tarling saja, dan pada waktu itu masih belum ada alat musik yang namanya organ tunggal. Para musisi juga memang benar-benar mahir memainkan alat musiknya masing-masing. Makanya meski cuma jadi member satu grup, jam terbang Mang Abas tetap tinggi. Beda dengan sekarang.

Grup Tarling Mang Abas sempat jadi Grup Tarling paling laris dulunya. Mas juga pasti tahu. Namanya Grup Tarling Candra Lelana dari Arjawinangun, pimpinan Maman S. Albumnya sudah banyak dan booming di masyarakat pada saat itu. Ada album berupa Tarling lakon, ada juga yang lagu-lagu. Maman S. biasanya berduet sama istrinya. Mas pasti tahu juga. Namanya Iyeng. Dia artis tarling paling tenar di zamannya.

Dulu, waktu Mang Abas muda. Rekan-rekan musisi banyak yang jadi orang kaya, apalagi pimpinan tarlingnya. Boleh dibilang, profesi seniman tarling bisa mencukupi kebutuhan keluarga. Bahkan lebih dari cukup. Karena selain jam terbangnya tinggi, biaya sewanya juga tergolong mahal."

Mang Abas terhenti sejenak, dia lalu mengambil rokok di saku celananya kemudian menyulut satu batang dan menghembuskan asapnya hingga mengepul memenuhi ruangan depan kantor. Beliau pun menawarkan rokok kepada Saya, namun saya tolak karena Saya tidak merokok. kemudian kembali melanjutkan cerita.

"Kalau sekarang, Mang Abas jadi tukang suling bukan karena bayarannya. Tetapi karena hobi dan panggilan batin saja selama masih ada kesempatan menunjukkan keterampilan kepada masyarakat. Mang abas cuma dapat uang dua ratus lima puluh ribu sekali manggung dari jam sepuluh siang sampai jam dua belas malam. Kalau ada tambahan dua jam di atas pukul dua belas malam, Mang Abas dapat tambahan uang seratus ribu lagi.

Sekarang yang paling gede itu bayarannya Player Organ, kisarannya dari empat ratus ribu sampai enam ratus ribuan. Katanya sih karena harga alatnya saja bisa buat beli motor satu. Berikutnya tukang kendang, mungkin karena tukang kendang personil yang paling banyak mengeluarkan energi.

Sekali lagi, intinya Mang Abas bukan fokus masalah besar bayaran. Tapi semata-mata murni ingin melestarikan budaya lokal, khususnya budaya tarling. Kalau masalah uang, penghasilan dagang jauh lebih besar dari ndalang. Kemarin saja, pas lagi beruntung, Mang Abas bisa dapat uang sampai sejuta dua ratus cuma sampai jam dua siang."

Saya jadi semakin tertarik mendengarkan kisah hidup Mang Abas ini. Tak terasa, sudah sejam lebih Saya berada diruangan itu. Kebetulan komputer yang biasa saya pakai untuk bekerja sedang dipakai Operator Sekolah yang numpang memperbaiki data. Jadi saya masih bisa tenang melanjutkan cerita selanjutnya dari Mang Abas. Beliau pun melanjutkan ceritanya.


BERSAMBUNG

Monday, September 14, 2015

Mang Abas, Musisi Tarling Terkenal yang Beralih Profesi Menjadi Tukang Jual Alat Elektronik Keliling.

sumber gambar: http://rudyarra.blogspot.co.id/


Namanya Mang Abas. Saya mengenalnya ketika pada suatu siang dia datang ke kantor membawa sekardus alat-alat elektronik berupa powerbank, macam-macam charger, musik box dan sebagainya lalu menawarkannya kepada semua staf yang ada di kantor Saya.

"Powerbank, Pak!" tawarnya sambil mengangkat salah satu produk powerbank Samsung dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya memegang barang lain semacam lampu portabel. "Murah, Pak, kita pakai harga grosir. Sekalian promosi juga, lagi cari pelanggan!". Lanjutnya dengan lancar karena mungkin sudah terbiasa mempromosikan barang dagangan.

Saat itu saya sedang asik menikmati gado-gado kiriman istri di salah satu meja yang biasa digunakan untuk menaruh buku tamu di depan pintu. Kedatangannya sempat menarik perhatian Saya dan mengalihkan pandangan mata Saya dari sisiran lontong penuh bumbu kacang dengan sayuran kangkung dan kecambah itu menuju powerbank yang dipegangnya. Tapi kemudian Saya kembali melanjutkan menyantap gado-gado yang sebentar lagi hampir habis tersebut karena di tas kerja Saya sudah ada dua powerbank yang biasa dibawa-bawa kemanapun setiap Saya bepergian agak lama atau dengan jarak tertentu.

Saya selalu tertarik dengan penjual atau pun sales yang datang langsung menawarkan produknya, karena selain tidak usah repot-repot pergi ke toko-toko untuk membeli, harga barang yang ditawarkan juga biasanya agak sedikit lebih murah. Makanya setelah tuntas menghabiskan kiriman sang istri tercinta tanpa sisa sedikitpun, Saya iseng-iseng tanya-tanya harga barang yang ditawarkannya. Tentunya selain powerbank yang Saya ceritakan tadi.

"Yang ini berapaan, Mang?" Tanya Saya sambil memegang musik box dengan model minuman kaleng Coca-Cola. "Lima puluh ribu, Mas." Jawabnya. "Kalau yang ini lebih mahal, karena suaranya lebih bagus dan model paling anyar". lanjutnya sambil menunjuk musik box model bola kristal seperti lampu diskotik. Kemudian beliau mengambil barang tersebut dan menggeser tombol kecil berwarna hitam ke posisi ON hingga lampu indikator warna biru kecil di sebelahnya menyala. kemudian beliau memasukkan kepingan microSD ke dalam lubang yang memang tersedia pada musik box tersebut.

Selang beberapa saat, alunan musik pun keluar dari sound musik box yang dia pegang, kemudian kerlap-kerlip lampu warna-warni pun bergantian menyala. Pergantian warnanya  seolah mengikuti irama lagu tarling organ tunggal yang mengalun. Benar saja yang dikatakan orang itu (sebelum Saya tahu nama), suaranya terdengar sudah stereo dan dentuman basnya terasa nendang banget.

"Wah, suaranya mantap ya, Mang. Berapa harganya?". Tanya Saya penasaran. "Seratus ribu saja". Jawabnya. "Kalau di toko, ini bisa sampai Seratus lima puluh ribu, Mas." Katanya meneruskan.

"Mahal juga ya, Mang. Harga pas atau masih bisa nawar nih?" tukas Saya. "Harga pas, Mas. Semuanya pakai harga pas, soalnya itu kan sudah murah." Jawabnya.

"Saya kira masih bisa nawar. Tapi bingung juga sih Mang, mau beli musik box juga takut nantinya jarang dipakai. Jaman sekarang musik sudah di hape semua, kalau mau lebih enak didengar tinggal colok sound atau headset, suaranya bisa lebih bagus dari musik box." Jawab Saya sambil sedikit tersenyum. Kalimat itu sengaja Saya lontarkan untuk mengakhiri proses percakapan transaksi, karena memang dari awal Saya cuma iseng saja tanya-tanya harga.

"Iya, Mas. Betul. Cuma bedanya kalau mendengarkan di hape, musiknya berhenti ketika ada orang yang nelfon. kalau di musik box kan tidak ada iklannya (tidak ada jeda atau gangguan selama mendengarkan lagu red). musiknya jalan terus. Hehehe." Dia menyahut dengan sedikit candaan.

"Hahaha.. Si Mamang bisa aja." Saya tidak tahan tertawa mendengar kalimat guyonan tadi.  Kemudian bertanya: "Ngomong-ngomong, Mamang pulang kemana? Perasaan mukanya tidak asing, tapi Saya belum pernah lihat jualan ke sini."


BERSAMBUNG

Wednesday, September 2, 2015

Life Is Like Playing Hula Hoop

Hidup butuh keseimbangan, bergerak secara aktif jika ingin perputarannya terus berjalan secara stabil. Sekejap saja kita oleng dan tak stabil, maka perputaran itu akan terhenti dan kehidupan kita pun terjatuh. Kita harus kembali memulainya dari awal, menempatkan secara benar, kemudian berjalan secara perlahan, semakin cepat dan akhirnya berputar lagi dengan normal.


Keseimbangan hidup ini seringkali sama dengan keseimbangan manusia ketika memainkan Hula Hoop. Sebuah permainan berasal dari Hawai yang biasanya terbuat dari bambu, rotan ataupun kayu yang dilenturkan sehingga membentuk lingkaran menyerupai gelang besar. Hula Hoop banyak dimainkan oleh para wanita, karena hampir sebagian wanita pandai bergoyang pinggul. Kenapa begitu? karena hula hoop erat kaitannya dengan pinggul.dan goyangan. Permainan hula hoop bertumpu di bagian perut, tepatnya di atas pinggul. Semakin bagus goyangan pinggul si pemain, semakin lama, semakin banyak dan semakin indah putaran hula hoop di perut si pemain.



Begitu halnya dengan kehidupan manusia, manusia dituntut untuk terus bergerak jika ingin eksistensi kehidupannya bertahan. Pergerakan manusia menjadi satu-satunya jalan menuju harapan dan keinginan terbesarnya. Semakin aktif manusia bergerak, maka akan semakin tinggi harapan untuk mencapai cita-citanya. Tentunya bukan hanya bergerak, manusia juga harus mempertahankan keseimbangan pergerakannya. Keseimbangan ini sering disebut dengan kata konsisten atau istikomah.




Perumpamaan hidup sangat beragam, anda pun bisa membandingkan kehidupan anda dengan hal lain selain hula hoop. 

sumber gambar:  zestyzombie

sample video permainan hula hoop: Gadis Kecil dengan Hula Hoop